Rabu, 19 Mei 2010

SAAT MARAH

http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:EMHRL0S9ZWThNM:http://i380.photobucket.com/albums/oo242/hendla/marah1.jpg
Saat marah, apa yang seringkali kita lakukan? Ini beberapa hal yang dilakukan seseorang saat marah (www.femina-online.com)..
*ngoceh terus sampe dengan kata2 bikin sakit ati dengarnya, sudah itu lega. masa bodoh orang jd benci yang penting lega hati
*saya menangis dengan emosi, bahkan saking emosinya saya bisa tanpa berhenti adu argumen dengan lawan saya! pokoknya, begitu keluar selama beberpa menit eh,, tiba2 emosi saya stabil lagi dan sayangnya muka saya pasti akan menua beberapa tahun karena tarikan raut wjah yang begitu emosi, haha..
*Pernah menggunting baju mama. Beberapa tahun belakangan ini aku lagi latihan bersabar dan gak marah-marah.

*Masuk kamar,tutup pintu sekeras-kerasnya,stell musik volume tinggi,lalu tiduran sambil peluk boneka,or tulis diary.stelah itu tidur,pas bangun,dah lupa tuch.............
*Balas dendam dan membuat orang itu ikut marah. setelah itu baru puas. hehehehe...
*Teriak kencang dan ngomelnya ngak berhenti seharian, tapi terus nangis dan ngambek berminggu-minggu
*Ngedumel dan cemberutin semua orang.. Kayanya semua orang jadi terpengaruh untuk ikut cemberut... Maaf ya..
Hihihihihi…kita termasuk yang mana yah? Atau malah lebih parah???
Saat marah tak terkendali, semua kata-kata dikeluarin. Udah nggak peduli kalau kata-kata itu akan sangat menyakitkan jika didengar. Bahkan lebih menyakitkan daripada tendangan, pukulan atau gigitan (ada ni temen seruangan di kantor yang kayak gini).
Selintas sih inget, Laa Taghdob walakal Jannah, Janganlah Marah dan Bagimu Surga. Masya Allah prakteknyaaaaa….. susaaaah..hehehehe, mungkin kita terlalu menghayati kali yak nikmatnya pertengkaran.
“Orang yang kuat itu bukanlah karena bergulat, tetapi orang yang kuat itu ialah yang dapat menguasai diri saat marah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Maka benarlah hadits tersebut.
Oiya, ni ada cuplikan MoU yang dilakukan dua pasang anak manusia sebelum menikah, bagus lho untuk referensi kita yang udah nikah ataupun akan menikah….simak yak (blog.unila.ac.id)

1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama’ah, cukup seorang saja yang marah-marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah pantang berjama’ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika seorang marah dan saya mau menyela, segera ia berkata “STOP” ini giliran saya ! Saya harus diam sambil istighfar. Sambil menahan senyum saya berkata dalam hati : “kamu makin cantik kalau marah, makin energik…”
Dan dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi… “duh kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ….”
Demikian juga kalau pas kena giliran saya “yang olah raga otot muka”,bsaya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang tersinggung adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar kuman, dan saya tidak berani marah sama siapa siapa kecuali pada isteri saya . Maka kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama’ah, sebab ada sesuatu
yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama’ah selain marah 
2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlibat masa (maksudnya masa lalu kita). Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah. Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran diantara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya. Kalau saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah “ungkapan rindu yang keras”.
Tapi bila itu dikaitkan dengan seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh. Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula), sepedas apapun saya marah, maka itu adalah “harapan ingin disayangi lebih tinggi”. Tapi kalau itu dihubungkan dengan kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan “Sudah tidak suka lagi ya dengan saya”, maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups…! saya telah membunuhnya, membunuh cintanya. Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah … OK, marahlah tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari ini …..

3. Kalau marah jangan bawa-bawa keluarga saya dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian juga ia dan kakak serta pamannya.
Dan konsep Qur’an,seseorang itu tidak menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40). Saya tidak akan terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah “awal cinta yang panas ini”.
Kata ayah saya : “Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak”.
Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma’afnya dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..”.
Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi mertua!

4. Kalau marah jangan di depan anak-anak, anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tuanya bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu ‘kan bapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :
* Ibu : “Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!
* Bapak : “Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini danitu dan aku harus mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak ada, emang saya ini kuda ????!!!!
* Anak : “…… Yaaa … ibu saya babu, bapak saya kuda…. terus saya ini apa ?”
Kita harus berani berkata : “Hentikan pertengkaran !” ketika anak datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan. Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis haruskah ia mendengar kata bahasa hati kita ??

5. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat, Pada setiap t
ahiyyat kita berkata : “Assalaa-mu ‘alaynaa wa ‘alaa’ibaadilahissholiihiin” Ya Allah damai atas kami, demikian juga atas hamba-hambamu yg sholeh….
Nah andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah shalat kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai Nya padahal nyawamu ditangan Nya..
OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti lho itu janji dengan iIlahi ….
Marahlah habis shubuh, tapi jangan lewat waktu dzuhur, Atau maghrib sebatas isya … Atau habis isya sebatas….??? Nnngg .. Ah kayaknya kita sepakat kalau habis isya sebaiknya memang tidak bertengkar … .

6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema’afkan, tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah “proses belajar untuk mencintai lebih intens”.
Ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki. Ini saja, semoga bermanfa’at,
“Dengan ucapan syahadat itu berarti kita menyatakan diri untuk bersedia dibatasi”.
Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan manusia pintar tapi bodoh*
Dari seorang sahabat, untuk sahabat dan sahabat 


Hihihihihihihi…… Bagus kan…
Ternyata memang selalu ada sisi positif di setiap peristiwa kehidupan…termasuk Marah.
-yang nggak jadi marah karena banyak baca artikel-artikel lucu tentang marah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar